Lihat ADAT PALEMBANG :)
Rabu, 23 September 2009
PALEMBANG (SI) Dua tempat favorit di Palembang, yakni Plaza Benteng Kuto Besak (BKB) dan Jembatan Ampera, ramai dikunjungi wisatawan dadakan selama musim libur Lebaran ini.
Berbagai jenis kendaraan bermotor dari luar Sumatera Selatan terlihat memadati areal parkir BKB dan berjejer di atas jembatan yang selama ini menjadi landmark Kota Palembang. Bahkan, banyak di antara pengunjung menyempatkan diri berfoto dan menikmati suasana Sungai Musi dari atas jembatan kebanggaan Wong Kito itu.
Memang harus diakui, suasana di sekitar Jembatan Ampera,terutama saat malam hari,memancarkan pesona yang begitu indah dan tidak mudah dilupakan bagi pendatang. Apalagi,warna-warni cahaya lampu hias di sela-sela temaramnya bantaran aliran Sungai Musi turut memantulkan perpaduan warna menawan di permukaan air sungai dan sekitar kawasan objek wisata air tersebut.
Ya, untuk memikat pengunjung, Pemerintah Kota (Pemkot) Palembang memang sengaja memasang berbagai aneka lampu hias di sepanjang jembatan dan di kedua menara jembatan, termasuk sekitar kawasan BKB. Namun sayang, kurangnya kesadaran para turis dadakan tersebut dan tidak adanya petugas yang berjaga sekitar kawasan membuat arus lalu lintas di jembatan menjadi macet dan terkesan semrawut.
PALEMBANG (SI) Dua tempat favorit di Palembang, yakni Plaza Benteng Kuto Besak (BKB) dan Jembatan Ampera, ramai dikunjungi wisatawan dadakan selama musim libur Lebaran ini.
Berbagai jenis kendaraan bermotor dari luar Sumatera Selatan terlihat memadati areal parkir BKB dan berjejer di atas jembatan yang selama ini menjadi landmark Kota Palembang. Bahkan, banyak di antara pengunjung menyempatkan diri berfoto dan menikmati suasana Sungai Musi dari atas jembatan kebanggaan Wong Kito itu.
Memang harus diakui, suasana di sekitar Jembatan Ampera,terutama saat malam hari,memancarkan pesona yang begitu indah dan tidak mudah dilupakan bagi pendatang. Apalagi,warna-warni cahaya lampu hias di sela-sela temaramnya bantaran aliran Sungai Musi turut memantulkan perpaduan warna menawan di permukaan air sungai dan sekitar kawasan objek wisata air tersebut.
Ya, untuk memikat pengunjung, Pemerintah Kota (Pemkot) Palembang memang sengaja memasang berbagai aneka lampu hias di sepanjang jembatan dan di kedua menara jembatan, termasuk sekitar kawasan BKB. Namun sayang, kurangnya kesadaran para turis dadakan tersebut dan tidak adanya petugas yang berjaga sekitar kawasan membuat arus lalu lintas di jembatan menjadi macet dan terkesan semrawut.
Kuliner Khas 17 Agustus-an di Palembang
Telok Pindang
Ketan Sumpit
Telok Ukan
Telok Abang
Sejak dari dahulu sejak zaman kemerdekaan di Palembang di palembang terutama di kawasan Jalan merdeka dari depan Hotel Musi banyak di temui kuliner 17 Agustusan khas Palembang, kata orang tua saya sejak beliau kecil kuliner tersebut sudah ada, seperti telok ukan, telok pindang dan ketan sumpit.
Tetapi berdasarkan penuturan dari orang-orang tua ternyata telok abang yang berbentuk pesawat sudah ada sejak zaman kolonial belanda di mana saat sering ada pasar malam di kawasan benteng (sekarang Plaza Benteng Kuto besak), telok abang pun sudah di jual.
Kerajinan Tenun Khas Palembang Lainnya
Selain songket banyak juga
jenis tenunan lain yand di hasilkan oleh masyarakat Palembang seperti
yang “Tenunan Gebeng”, yang bermotifkan seperti limar patut, limar
mandi, limar pocok, poleng gribik, poleng dapros, poleng es lilin dan
poleng brongsong, tetapi karena susah perawatannya tenunan jenis ini
banyak di tinggalkan.
Posted by: palembangbari | 08/06/2009
Tari Beremas Di pertunjukan Dul Muluk
Tari yang merupakan simbol saat akan membuka ataupun menutup acara dan juga di tampilkan saat jedah atau istirahat ini, setiap kesenian dul muluk dari daerah memiliki tari beremas ini yang berbeda-beda gaya dan bahasa tetapi memilik kesamaan dalam tujuan.
Bermula dari Syair Raja Ali Haji - Dul Muluk
Dari manakah dulmuluk berasal? Ada beberapa versi tentang sejarah
teater tradisional yang berkembang di Sumatera Selatan itu. Satu versi
yang sering disebut- sebut, teater ini bermula dari syair Raja Ali Haji,
sastrawan yang pernah bermukim di Riau.
Penyair dan anggota Asosiasi Tradisi Lisan Sumatera Selatan, Anwar
Putra Bayu, di Palembang, Selasa (28/2), mengungkapkan, salah satu syair
Raja Ali Haji diterbitkan dalam buku Kejayaan Kerajaan Melayu. Karya
yang mengisahkan Raja Abdul Muluk itu terkenal dan menyebar di berbagai
daerah Melayu, termasuk Palembang.
Seorang pedagang keturunan Arab, Wan Bakar, membacakan syair
tentang Abdul Muluk di sekitar rumahnya di Tangga Takat, 16 Ulu. Acara
itu menarik minat masyarakat sehingga datang berkerumun. Agar lebih
menarik, pembacaan syair kemudian disertai dengan peragaan oleh beberapa
orang, ditambah iringan musik.
Pertunjukan itu mulai dikenal sebagai dulmuluk pada awal abad
ke-20. Pada masa penjajahan Jepang sejak tahun 1942, seni rakyat itu
berkembang menjadi teater tradisi yang dipentaskan dengan panggung. Saat
itu dulmuluk sempat menjadi alat propaganda Jepang.
Grup teater kemudian bermunculan dan dulmuluk tumbuh dan digemari
masyarakat. Dulmuluk menarik karena menampilkan teater yang lengkap. Ada
lakon, syair, lagu-lagu Melayu, dan lawakan. Lawakan, yang biasa
disebut khadam, sering mengangkat dan menertawakan ironi kehidupan
sehari- hari masyarakat saat itu, kata Anwar Putra Bayu.
0 Response to "Lihat ADAT PALEMBANG :)"
Posting Komentar